Minggu, 23 Januari 2011

Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim

Mina adalah sebuah kawasan perbukitan yang terletak 6 mil di sebelah timur kota Makkah. Kawasan ini pernah menjadi saksi sejarah peristiwa malam pengorbanan seorang remaja berusia belasan tahun bernama Ismail, putera Nabi Ibrahim dan istri keduanya, Hajar, sebagai bukti cinta dan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Sejarah telah mencatat peristiwa sakral ini terjadi pada akhir millennium ketiga sebelum Masehi. (SM 21/95 : 48).

Mencermati kisah Nabi Ibrahim bersama keluarganya, terlebih ketika puncak pengorbanan yang dilakukan olehnya beserta anaknya Ismail, yang pasrah dengan perintah Tuhannya melalui sebuah mimpi. Sang ayah Nabi Ibrahim, yang ketika itu senantiasa ikhlas jika memang putera tercintanya harus menjadi bukti ketaatannya kepada Sang Pencipta, terlebih dahulu ia menanyakan kepada puteranya tersebut apakah ia bersedia untuk melaksanakan perintah Allah lewat mimpinya, dialog tersebut sebagaimana dipaparkan Allah swt dalam firman-Nya dalam surat as-Shaffat ayat 102: 

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". 

Meskipun kekuasaan dan wewenang ada di tangannya untuk melaksanakan perintah Allah, tapi Nabi Ibrahim tidak serta merta melaksanakan perintah itu. Dia perlu bermusyawarah dengan putranya Ismail secara terbuka dan transparan, dan sungguh luar biasa ternyata sang putera ismail dengan ikhlas pula ia menerima perintah Tuhannya yang disampaikan oleh ayahnya. Allah pun menyatakan bahwa Nabi-Nya telah lulus ujian sebagai bukti kepatuhan dan ketaatannya, maka dengan kuasa-Nya pula digantikan-Nya ismail dengan seekor domba atau sembelihan yang besar, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya surat as-Shaffat ayat 104-107: 

Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu, Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” 

Di sisi lain bagaimana dengan kita jikalau kita dalam posisi nabi ismail, akankah kita berani mengorkankan nyawa kita demi ketaatan kita kepada-Nya? Tentunya ketika mendengar kata sembelih saja kita sudah pasti merinding dan ciut nyali, apalagi yang disembelih itu adalah kita sendiri, maupun jika kita menjadi seorang ayah yang harus menyebelih anak sendiri, tentunya naluri seorang ayah akan berusaha mencari jalan agar bukan anaknya yang disembelih bahkan jika harta atau nyawanya sendiri taruhannya. Di sinilah letak betapa besarnya nilai pengorbanan Nabi Ibrahim dan puteranya ismail demi meraih keridlaan Allah Swt.

Mari kita berusaha meneladani nilai pengorbanan yang berupa ketaatan, kepatuhan serta keikhlasan Nabi Ibrahim juga puteranya Nabi Ismail, untuk senantiasa selalu berusaha melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya.

Jangan sampai berbagai alasan seperti kemiskinan –sungguh jika kita miskin maka Allah Maha Kaya-, kebodohan, kemalasan dan lain sebagainya menghentikan laju kita dari upaya untuk berkurban demi meraih keridlaan Allah, serta berkurban untuk kepentingan orang banyak, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya (kepada Allah dan sesama manusia) dan bermanfaat bagi orang lain?

Hari Raya Idul Adha

Di samping kita meneladani nilai pengorbanan Nabi Ibrahim beserta keluarganya berupa ketaatan, kepatuhan serta keikhlasannya kita juga bisa mengambil ibrah dari pelaksanaan Hari Raya Idul Adha. Idul Adha atau juga biasa disebut dengan Idul Qurban. Hal ini tidak lain karena dalam hari raya tersebut dilakukan ritual penyebelihan hewan qurban yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada orang-orang yang tidak mampu (orang miskin).

Sebagaimana pernyataan Abd. Sidiq Notonegoro dalam harian jawa pos (15/11/2010) bahwa ada 2 (dua) hal yang bisa digali dari pelaksanaan kurban ini. Pertama, meneladani keikhlasan nabi ibrahim yang hendak menyembelih putera tercintanya, Nabi Ismail. Dari keikhlasan tersebut akhirnya diganti oleh Allah dengan seekor domba yang gemuk. Inilah pelajaran keikhlasan yang sejati. Kedua, refleksi untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menyembelih nafsu hewani dalam diri. Yaitu sifat rakus, biadab, otoriter, arogan dan sebagainya. Ini karena nafsu hewani dapat menghancurkan harkat dan martabat seseorang, baik di hadapan manusia dan lebih-lebih di hadapan Allah.

Akhirnya, semoga kita bisa menjadikan kisah pengorbanan Nabi Ibrahim serta pelaksanaan Hari Raya Idul Adha sebagai ibrah dan momentum untuk menjadikan diri kita pribadi yang lebih baik (akhlaknya) dan bermanfaat bagi sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar