Jumat, 02 September 2011

Meski Berbeda Tapi Tetap Satu

“Eyalah, rioyo bedo maneh…” (owalah, hari raya beda lagi). Itulah yang diucapkan beberapa orang sekitar rumah dengan nada agak kecewa. Karena melihat dan mendengar berita bahwa hari raya bakal berbeda hari lagi, seperti tahun-tahun sebelumnya. Ramadhan tahun ini memang bakal diakhiri dengan perbedaan perayaan hari raya Idul Fitri karena disebabkan perbedaan perhitungan dalam menentukan awal bulan Syawal. Ada yang kecewa karena memang inginnya mereka termasuk juga kita, hari raya itu idealnya bersama karena akan lebih ramai dan tentunya tak ada perdebatan.

Dulu ketika aku kecil, hampir setiap hari raya Idul Fitri atau lebaran selalu dirayakan bersama-sama. Dalam arti tak ada perbedaan penetapan hari raya dari beberapa ormas besar di Indonesia. Bisa dikatakan kompak, semua berlebaran bersama. Senang sekali rasanya lebaran jaman kecil dulu, suasananya sangat rame, berbagi kegembiraan bersama, terlebih lagi masih ramai-ramainya era petasan dan tak dibatasi seperti sekarang. Hampir semalaman suara petasan beriringan dengan kumandang takbir bergema di penjuru desaku.


Perbedaan penetapan hari raya terjadi beberapa tahun terakhir ini ketika usiaku beranjak remaja dan yang paling mencolok terjadi perbedaan adalah dari kalangan dua ormas besar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan NU. Di luar kedua ormas itu memang masih ada yang lain yang punya pendapat berbeda namun tidak terlalu tampak karena jumlah pengikutnya lebih sedikit kedua ormas tersebut. Meski kita pun juga sudah tahu bahwa perbedaan di luar hal penetapan ini juga sudah berlangsung lama seperti dalam hal kaifiyah pelaksanaan ibadah. Di sini aku tak akan membahas lebih jauh tentang dua ormas itu, karena aku yakin banyak dari kita yang sudah tahu tentang latar belakang berdirinya dua ormas tersebut pun siapa pendirinya.

Dalam menetapkan 1 Ramadhan atau 1 Syawal, Muhammadiyah dikenal dengan metode hisabnya sedangkan NU dengan metode rukyatul hilalnya. Keduanya memiliki dasar dan pertimbangan masing-masing. Dalam hal tetap-menetapkan atau disebut dengan ilmu falak ini, aku tak akan membahas lebih jauh, aku juga tak mau ‘ngerasani’ dua ormas itu. Karena aku bukanlah ahli falak, ahli rukyat apalagi ahli hisab hehehe…

Meskipun dalam beberapa kali terjadi perbedaan tersebut sampai saat ini tidak menimbulkan perpecahan, namun tetap saja timbul gesekan-gesekan kecil yang terjadi di antara lapisan masyarakat dengan adanya perbedaan hari raya itu. Bahkan mungkin dari kalangan para anggota ormas itu sendiri yang mengklaim bahwa ormasnya lebih benar dan menyalahkan yang lainnya. Padahal mengenai hal penetapan hari raya tersebut adalah termasuk wilayah ijtihadi, yang dalam teorinya bila saja benar maka usaha tersebut bernilai dua pahala dan bila salah pun tetap mendapatkan nilai satu. Dan kebenaran mutlak itu hanya milik Allah Ta’ala semata. Jadi tidak ada yang perlu terlalu diperdebatkan lagi.

Wah…kok catatan kecil ini jadinya mbahas hisab rukyat, daripada tambah ribet pada intinya aku menulis ini adalah aku merasa hari raya berbeda itu kurang seru coz jadi kayak gimana gitu seperti ada yang hilang, ramenya berkurang. Alangkah indahnya bila saja Departemen Agama (DEPAG) yang sekarang diganti dengan Kementrian Agama (KEMENAG) bisa memberikan satu patokan untuk menyatukan semua ormas dalam penetapan awal bulan. Terutama dalam hal penetapan hari raya, agar malam kemenangan bisa benar-benar bergema dimana-mana secara bersama-sama. Semoga saja di masa-masa akan datang bisa terwujud.

Akan tetapi di sisi lain, dengan adanya perbedaan hal-hal seperti itu akan menjadikan warna tersendiri dalam kehidupan ini dan terdapat hikmah yang besar dibalik sebuah perbedaan. Karena pada dasarnya manusia diciptakan memang sudah berbeda dari segi apapun, bahkan dari rupa saja dari sekian banyak makhluk yang hidup di dunia ini tak ada yang sama satu dengan lainnya, Subhanallah… Sebagaimana firman Allah :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal….” (Qs. Al Hujurat : 13)

Dari ayat tersebut kita tahu bahwa Allah menciptakan kita dengan segala macam perbedaan agar kita saling mengenal, sehingga setelah saling mengenal satu sama lain akan tumbuh rasa kasih sayang di antara kita, yang dengan itu segala perbedaan akan menjadi semacam simfoni indah yang akan semakin mempererat tali ukhuwah di antara kita, khususnya bagi umat islam.

Menyikapi segala perbedaan dengan santun dan bijak sudah seharusnya dilakukan setiap makhluk di muka bumi ini, khususnya bagi umat islam yang memang sangat dianjurkan untuk memperkuat tali ukhuwah, karena antara umat islam yang beriman atau seorang mukmin yang satu dengan lainnya ibarat bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain, saling mendukung bukan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah berikut :

"Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya." (HR. Bukhari).

Terlepas dari perbedaan hari raya yang kembali terjadi, lebaran seperti yang kita ketahui bersama adalah satu momen yang sangat tepat untuk kita saling mempererat tali silaturahmi, di samping itu pula merupakan momen untuk saling maaf memaafkan, melepaskan segala hal yang mengganjal di hati ini. Karena sudah pasti setiap manusia tak lepas dari kesalahan terhadap sesamanya, maka lebaran menjadi momentum penting untuk saling memaafkan antar sesama muslim karena itulah salah satu ciri pribadi muslim yang bertakwa, sebagaimana tergambar dalam firman Allah :

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs. Ali-Imran : 133-134)

Akhir kata, yang terpenting dari kesemuanya itu adalah bahwa pada hari raya ini mari kita jadikan momentum untuk saling mempererat tali silaturahmi dan Ukhuwah Islamiyah, meskipun berbeda tapi tetap satu, dan untuk saling memaafkan di antara kita. Sehingga, dengan demikian kita akan bisa benar-benar kembali kepada kesucian seperti bayi yang baru lahir. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar