Sabtu, 04 Desember 2010

Segala Puji bagi-Mu Ya Allah

Di setiap kedipan mataku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu

Di setiap lantunan suara melewati telingaku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu

Di setiap hirupan udara melewati hidungku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu

Di setiap getaran mulutku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu

Di setiap gerak tanganku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu

Dan,
Di setiap hembusan nafasku
Aku tidak pernah merasakan sakit
Itu semua karena karunia-Mu


Sungguh, semua itu hanya karena karunia dari-Mu
Segala Puji bagi-Mu Ya Allah,
Mohon ampun ke-alpa-an hamba atas segala karunia-Mu

Terima kasih atas segala karunia-Mu yang amat sangat luar biasa bagi hamba dan seluruh umat di bumi ini yang hanya mengharapkan ridla dari-Mu

"Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridlai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (Qs 27:19)

*03 Juli 2010 jam 21:38

Investasi Kebaikan

Kemarin malem pas ’nongkrong’ depan layar komputer tiba-tiba aku teringat satu kisah yang pernah aku baca dari sebuah majalah yang sangat inspiratif, sekalian aku share aja deh ke temen-temen, ceritanya tentang seorang tukang becak, pak Kasan namanya, asal Klaten Jawa Tengah. Sabtu malam minggu sering dianggap hari spesial oleh banyak orang, terutama orang kota, tetapi tidak bagi pak Kasan. Ia memilih hari jum’at sebagai hari spesial bukan malam minggu seperti kebanyakan orang.

Jika banyak orang mengisi malam minggu dengan begadang atau bersenang-senang, maka pak Kasan mengisi hari spesialnya, hari jum’at, dengan melakukan amalan yang spesial pula. Pada tiap jum’at dia bertekad harus memberi lebih banyak kepada orang lain daripada hari biasa. Tapi pak Kasan ’hanya’ tukang becak yang tidak punya banyak uang. Apa yang bisa dilakukan? Pak Kasan lalu memutuskan setiap hari jum’at semua penumpangnya digratiskan. Itulah kebaikan yang bisa ia berikan. Itulah sedekahnya, ia sedekahkan upah satu hari penuh khusus hari jum’at.
Bu marto, seorang konglomerat, suatu hari naik becaknya pak Kasan tanpa menawar. Kebetulan hari itu hari jum’at. Setelah sampai tujuan, bu Marto bertanya:

”Berapa ongkosnya pak?”
 
"maaf bu, bukannya saya menolak uang ibu, tetapi saya bertekad untuk bersedekah dengan menggratiskan semua penumpang saya pada hari jum’at. Kebetulan hari ini hari jum’at, jadi ibu tidak perlu membayar ongkos becak saya,” kata pak kasan dengan sopan.

Lalu dia mengayuh becaknya pergi tanpa menunggu jawaban balik bu Marto. Tinggallah bu Marto sendiri, berdiri, sambil termangu. Dia merasa dijewer karena selama ini sangat jarang bersedekah. Tetapi dia tidak percaya begitu saja. Dia ingin menguji ketulusan tukang becak itu di kemudian hari.

Maka pada hari lain, bu Marto sengaja menumpang becak pak kasan pada hari jum’at. Kali ini dia pilih tujuan yang lebih jauh dari pada jumat yang dulu. Ternyata pak Kasan tidak berubah. Hari itu bu Marto digratiskan membayar ongkos becaknya karena hari jumat. Bu Marto kini yakin bahwa kebaikan pak Kasan pada hari jumat bukan pura-pura.

Akhirnya bu Marto minta diantar ke rumah pak Kasan, ia ingin melihat dari dekat keluarga pak Kasan. Maka dengan senang hati tukang becak yang tulus itu mengantarkan bu Marto menuju rumahnya. Di sana bu Marto menyaksikan rumah pak Kasan sangat sederhana, istrinya berjilbab menutup aurat tubuhnya dan dua orang anak manis yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

”saya merasa malu kepada Bapak,” kata bu Marto. ”Bapak orang yang luar biasa. Bapak hidup sederhana, cenderung kekurangan tetapi tidak pernah meninggalkan sedekah. Sedangkan saya yang berkecukupan, bahkan berlebih, tetapi tidak bersedekah,” katanya. Singkat cerita, akhirnya bu Marto ingin mengajak pak Kasan beserta isterinya naik haji bersama. (Muhsin Suny, menjadi kaya dengan sedekah: 2008)



***

Subhanallah....

Dari cerita itu paling nggak ada 3(tiga) entri poin yang bisa dijadikan pelajaran:
Pertama, sikap pak Kasan tersebut adalah merupakan cerminan sikap diri untuk bermanfaat bagi orang lain, dan itu dibuktikan di setiap hari jum’at dengan tindakan ”melayani” penumpangnya tanpa imbalan sepeserpun dan orientasinya bukanlah materi akan tetapi ridho Allah Swt dan berharap imbalan hanya dari-Nya. Akhirnya terbukti keinginan beliau bersama isteri untuk pergi haji terpenuhi, itu baru balasan di dunia belum di akhirat kelak, bahkan mungkin Allah akan memberi keajaiban-keajaiban yang lain yang tak terduga. Khairunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia).

Kedua, pak Kasan mengajarkan kepada kita tentang kesungguhan. Hari jum’at dijadikan alat pembangkit kebaikan. Pak Kasan juga mengajarkan sikap istiqamah. Apa yang telah dia putuskan, dia jalani dengan penuh istiqamah, tidak kendur. Khairul amali adwamuha wain qalla, (sebaik-baik amal ialah yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit). Hanya kesungguhan yang membuat orang bisa istiqamah dan berkelanjutan.

Ketiga, pak Kasan mengajarkan kepada kita tentang investasi kebaikan. Semua yang kita miliki sesungguhnya bisa kita jadikan pengungkit kebaikan. Pak Kasan punya becak dan dengan becaknya itu dia jadikan pengungkit kebaikan. Sesungguhnya semua amal kebaikan yang kita lakukan adalah merupakan investasi atau modal awal menuju kebahagiaan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Dan kita yang merasa punya mobil, sepeda motor, tabungan, jabatan, ilmu, keterampilan dan masih banyak lagi. Lalu manakah dari milik kita yang banyak itu kita jadikan alat pengungkit kebaikan kita?

Tsumma latus-alunna yauma idzin anin na’iim (kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang semua kenikmatan).

*20 April 2010 jam 23:55