Selasa, 17 Juli 2012

Pesan Seorang Penulis (PSP)

Masih bicara tentang impian, aku teringat dua pesan yang disampaikan oleh seorang novelis yang juga aku anggap sebagai guru dan motivatorku dalam hal menulis. Ia adalah mbak sinta yudisia, penulis novel trilogi The Road To The Empire (buku yang ketiga belum terbit). Mbak Sinta adalah sosok penulis yang sederhana namun luar biasa dalam semangat untuk menggoreskan pena. Lihat saja karyanya yang tebal-tebal, seakan menunjukkan ia adalah spesialis pengarang novel tebal. Saat ini karyanya sudah lebih dari 40 buku. Menjadikan diriku ingin sekali mengikti langkahnya.

Suatu ketika, seorang teman akan mengadakan acara bedah buku atas nama organisasi yang ia ikuti. Dan acara bedah buku itu akan diisi oleh mbak sinta, yang sekaligus juga penulis buku atau novel yang dibedah. Dari situlah aku mengenal mbak sinta. Karena rumah mbak sinta ada di wilayah Surabaya dan tidak terlalu jauh, maka aku mengajak temanku untuk silaturahim ke rumahnya. Dan ternyata mbak sinta orangnya sangat friendly, terbuka, asik diajak sharing utamanya bidang penulisan, dan tak canggung berbagi pengalaman.  

Pada saat novel kedua dari novel trilogi The Road To The Empire, yang berjudul Takhta Awan. Aku tertarik untuk membelinya. Dan akhirnya akupun membelinya, namun karena kisah awal aku belum tahu dan itu ada di novel pertama yang berjudul The Road To The Empire maka akupun juga membeli novel itu. Jadi aku beli dua novel tebal karya mbak sinta sekaligus. Meski aku sebenarnya gak begitu suka dengan novel bertema sejarah, tapi sepertinya ada ketertarikan tersendiri setelah membaca sekilas novel mbak sinta.

Akan tetapi, belum afdol rasanya kalau beli novelnya tanpa ada tanda tangan langsung dari penulisnya. Apalagi langsung beli dari penulisnya sendiri. Selain aku memang kagum pada sosok mbak sinta, ya siapa tahu bisa ketularan bakat menulisnya hehe..

Nah, di atas tanda tangan itulah mbak sinta menyisipkan pesan kepadaku yang sangat menggugah dan membakar motivasiku untuk segera berkarya. Kurang lebih begini bunyi pesan singkatnya yang tertulis di atas dua cover novel yang aku beli :

Cover #1 : The Road to The Empire


Isi Pesan :
Selamat membaca, saling mendo’akan…
Jangan lupa untuk menulis bait demi bait kalimat…

Cover #2 : Takhta Awan


Isi Pesan :
Jangan patah semangat… Terus berjuang…
Bayangkan 5 atau 10 tahun ke depan…

Itulah pesan yang disampaikan oleh mbak Sinta lewat bukunya yang kubeli. Salah satu pesan yang menarik perhatianku adalah kalimat “Bayangkan 5 atau 10 tahun ke depan.” Dari pesan itu mbak Sita seolah mengajakku untuk membentuk imajinasi tentang masa depanku, tentunya semuanya dimulai dari saat ini. Dan seakan bicara padaku, “lakukan sesuatu dengan segala potensimu.” kalo dalam istilah perbankan harus memperbanyak investasi yang bisa menyatukan kepingan-kepingan puzzle masa depan.

Terima kasih mbak, nasihatmu sangat bermanfaat moga aku bisa menerapkannya dalam kehidupanku.

Rabu, 04 Juli 2012

Teguran Dari Allah

Satu peristiwa yang aku alami kali ini akan menjadi album kenangan yang takkan terlupakan olehku. Betapa tidak, aku sangat panik dan merasa dunia seolah runtuh di hadapanku. Kejadiannya pada hari kamis bulan lalu. Peristiwa apa sih? 


Saat itu tak ada satu perasaan gelisah atau tanda-tanda aku bakal mengalami musibah. Semua terlihat baik-baik saja. Sedari pagi cuaca segar dan indah, siangnya pun aku bersemangat untuk mengantarkan surat lamaran ke salah satu yayasan agar aku bisa kerja di sana. Nah, sehabis dhuhur tiba-tiba ada keinginan untuk mampir sebentar ke kampus, menyambangi perpustakaan untuk mencari referensi salah satu makalahku yang belum selesai.

Sebelum menuju ruang utama perpus, di sebelah pintu masuk ada deretan loker yang khusus untuk menyimpan tas bagi para pengunjung perpus. Tanpa ada perasaan apapun dan kekhawatiran sedikitpun aku dengan santai menaruh tas di atas lemari loker. Padahal sudah disediakan berpintu-pintu loker, tinggal ambil kunci dengan jaminan KTM saja. Mudah tapi aku tak melakukannya, aku tidak menaruh tasku di loker yang tersedia. Dalam pikiranku saat itu aku bakal masuk perpus hanya sebentar saja untuk cari referensi dan segera kembali. Parahnya tak terpikir sedikitpun dibenakku dengan keamanan laptop yang aku bawa dalam tas ranselku.

Dari situ sebenarnya sudah kelihatan di mana kecerobohanku kala itu. Aku membiarkan tas ransel yang berisi laptop di luar loker tanpa jaminan keamanan. Aku pun melenggang dengan santai menuju ruang utama perpustakaan di mana letak koleksi buku-buku berada. Setelah mencari-cari referensi yang aku butuhkan dan ternyata tak ketemu maka kuputuskan untuk pulang saja.

Degggh….!!! Duerrr…!!! Aku kaget plus panik bukan main, kain persegi panjang warna hitam yang kutaruh di atas lemari kok gak ada? Masak hilang? Waduh… gimana ini??? Kebingungan luar biasa menggelayuti pikiranku. Langsung aku coba tanya ke petugas bagian admin tentang tas yang aku taruh di atas lemari loker.

“Tas ransel hitam yang saya taruh di atas lemari itu di mana bu?”

Berharap mereka tahu keberadaan tasku atau mungkin saja menyimpannya untuk keamanan. Namun jawaban mereka seolah membuatku bagaikan disambar geledek di siang bolong. Mereka bilang ke aku,

“Wah ndak tau mas, lha kenapa kok gak ditaruh di loker aja kan kita dah sediakan kok gak dipake?” lha isinya apa aja mas?”

“Ya ada laptopnya bu”

“Lha gitu kok sembrono, gak ditaruh di loker apalagi ada barang berharganya…”

“Ya saya pikir karena sebentar saja, jadi saya taruh aja di atas lemari loker”

Namun anehnya mereka, para petugas perpus itu gak mau peduli dengan yang aku alami, Cuma sekedar tanya aja gak melakukan apa-apa, mungkin ikut bantu cari atau apa gitu. Aku tambah bingung, mulutku bungkam, tenggorokan serasa kering meski tak haus.

Masih dalam keadaan bingung dan gak tau harus ngapain? *T_T* aku pun mencoba menenangkan diri menuju masjid dan segera mengambil wudhu dan shalat dua rakaat. Aku mengadu kepada Allah atas apa yang terjadi, berharap masih ada harapan laptopku kembali.

Dengan langkah gontai aku kembali ke kos, dan masih berusaha untuk menenangkan diri. Mencoba untuk ikhlas dengan apa yang terjadi. Ingin rasanya memutar waktu tapi itu gak mungkin. Kepala serasa berputar-putar tapi diriku masih dalam keadaan sadar. Akhirnya aku putuskan untuk sms salah satu temanku, aku bilang ke dia musibah yang menimpaku.

Sambil terus berusaha untuk menyerahkan semuanya kepada Allah, berusaha menguatkan hati untuk ikhlas dari apa yang hilang. Semua yang ada berasal dari-Nya dan akan kembali pula pada-Nya. Terus-menerus aku coba menguatkan hati sambil berzikir. Meski begitu aku adalah manusia biasa, makhluk sosial yang ketika ada masalah masih butuh dukungan kekuatan untuk menghadapi setiap permasalahan.

Temanku datang ke kosku dan mencoba menghiburku dengan bercerita tentang pengalamannya dulu yang juga pernah kehilangan laptop seperti yang ku alami. Dia pun sempat drop, mungkin hanya di hari pertama dan kedua, hari berikutnya ia kembali beraktivitas seperti semula seolah tak pernah terjadi apa-apa. Ia memintaku untuk tidak terlalu memikirkannya, nanti pasti akan ada ganti yang lebih baik.

Aku sedikit terhibur dengan motivasi dari temanku itu. Tapi dalam hati masih berharap, semoga ada keajaiban dan laptop itu kembali, semoga bisa kembali, semoga dan semoga…

Telpon Dari Mbak, Secercah Harapan Muncul
Tiba-tiba handphone berbunyi, telpon dari mbakku. Ada apa yak ok tumben telpon. Ternyata mbakku tahu tentang hilangnya laptopku dari status FBku. Hehe… mungkin saking paniknya saat itu aku sampai nulis status kegalauanku kehilangan benda berharga. Mbakku hanya menyarankanku untuk menanyakan kembali, harusnya segera karena hari sudah malam jadi esok hari saja konfirmasi kembali. Tanya juga apakah ada CCTV-nya, karena kalu ada akan lebih memudahkan untuk menangkap pelakunya.

Keesokan harinya, aku bergegas menuju perpus dan bertanya kembali kepada para petugas perpus. Dan jawabannya mengisyaratkan masih ada harapan laptopku bakalan ketemu. Salah satu petugas menyuruh aku untuk kembali ke perpus setelah shalat jumat nanti, untuk bertemu dengan satu orang petugas perpus yang belum datang yang barangkali menyimpan tasku.

Ikat Dulu Kudamu, Baru Tawakal!
Dengan kejadian yang aku alami ini, aku teringat satu kisah tentang tawakal. Anas bin Malik meriwayatkan, suatu ketika seseorang menemui Rasulullah dengan menunggang kuda. Ia tak menambatkan kudanya dan membiarkannya begitu saja, kemudian langsung menemui Rasulullah. Orang tersebut berkata “Aku biarkan kuda itu, aku bertawakal kepada Allah”. Sehingga Rasulullah menyanggah dan bersabda “Ikatkan dulu, baru bertawakal”.

Dari hadis riwayat Tirmidzi tersebut mengingat kepada kita semua bahwa apa yang dimaksud tawakal itu adalah bukan hanya pasrah tanpa ikhtiar. Akan tetapi kepasrahan yang didahului dengan ikhtiar yang maksimal. Dan ikhtiar itu adalah sebagai upaya kita sebagai manusia yang telah dianugerahi oleh Allah modal berupa badan dan otak yang sehat. Sedangkan hal-hal diluar kemampuan kita, maka kita serahkan sepenuhnya kepada-Nya. Itulah makna ikatlah dulu kudamu baru tawakal. Ikhtiar yang maksimal dulu baru tawakal.

Ini adalah satu pelajaran yang sangat berharga yang akan selalu ku ingat. Mengingatkanku untuk tak lagi berlaku sembrono di lain waktu, tidak ceroboh dan lebih berhati-hati menaruh barang, apalagi yang berharga. Tawakal-ku masih keliru, aku menganggap bahwa Allah pasti akan menjaga barangku jika aku yakin, namun yakin saja tak cukup harus dengan ikhtiar dulu. Itulah kekeliruanku. Dan aku bersyukur ditegur lewat kejadian ini, kalau saja aku tak mengalami peristiwa ini mungkin bisa jadi aku bakal lebih ceroboh.
Terima kasih Tuhan, Engkau memberi pelajaran berharga lewat kejadian ini. Jadikanlah hamba termasuk dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersyukur.

Semoga ini juga menjadi pelajaran untuk sobat blogger agar tak sembrono seperti yang aku lakukan. “Experience is the best teacher,” right?