Sabtu, 21 April 2012

Jangan Nodai “TRUST”

Bulan lalu temanku pinjam uang padaku, katanya sih untuk sesuatu yang urgent banget. Jumlahnya sekian ratus ribu. Karena aku saat itu ada uang lebih dan kasihan sama dia, dan tentu saja kita sesama muslim harus saling tolong menolong. Akhirnya aku memberi pinjaman yang kuambil dari tabunganku. Sampai sini gak ada masalah, dia memberi janji sebulan lagi bakal dibalikin tuh uang pinjaman dariku. Aku pegang janjinya. Aku yakin dia bakal balikin uang itu sebulan lagi.


Sebulan berlalu, aku menerma sms dari temanku itu yang intinya bahwa dia belum ada uang untuk melunasi hutangnya padaku. Okelah aku masih maklum dan memberi dia kelonggaran sampai dia ada uang untuk bayar utangnya padaku, paling tidak sebulan lagi. Dia setuju dan berjanji akan segera melunasi utangnya padaku.

Namun ternyata sekali lagi, sebulan berikutnya berlalu tak ada tanda-tanda ia bakal balikin uangku yang telah dia pinjam. Aku mulai gerah dan mulai luntur keyakinan akan janji-janjinya. Rasa percayaku padanya lama-kelamaan mulai terkikis. Aku kecewa, salah seorang teman yang cukup dekat denganku justru membohongiku dengan janji-janji palsunya.

Sebenarnya tidak hanya soal uang yang membuatku kecewa padanya, tapi karena ia membuat janji yang tak pernah ia tepati. Kalaupun ia gak bisa lunasi hutang dalam jangka waktu yang sebentar, lebih baik bilang saja dari awal bukan malah mengulur-ulur waktu kembali dengan janji-janji palsu yang gak jelas muaranya.

Masih aku tunggu kapan ia akan mengembalikan, karena aku tak mau menagih-nagih layaknya tukang kredit atau rentenir. Sudah seharusnya yang pinjam itu ingat, atau jika lupa dan diingatkan sekali harusnya tergerak untuk segera melunasi hutangnya, bukan malah menunda dan menunda. Ini persoalan “trust” gak main-main. Kalau kepercayaan sudah luntur maka nada-nada negatif akan bermunculan dalam hati ini semisal kalau suatu saat ia pinjam lagi gak bakal aku kasih lagi.

Aku teringat kisah yang diceritakan ayahku kepadaku bahwa semasa beliau muda dulu, beliau pernah berhutang bahkan samapi harus gali lubang tutup lubang, demi untuk menjaga kepercayaan dan janji mengembalikan sesuai dengan hari perjanjian. Bahkan sehari sebelum deadline untuk bayar hutang ayahku sudah bayar duluan. Maka ketika ayah sudah gak pernah lagi berhutang karena semua hutangnya sudah pada beres, malah justru ayahku yang ditawari oleh pihak-pihak yang member ayah hutang waktu itu. Karena apa? Karena kepercayaan yang dibangun oleh ayahku. Ini penting, bahkan sangat penting dalam menjaga harmonisasi kehidupan sosial kita.

Itulah mengapa Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita umatnya untuk senantiasa menjunjung tinggi kejujuran, karena dengan jujur itu salah satu modal meraih kepercayaan seseorang. Dan setelah kepercayaan itu tumbuh, maka kuatkan dengan menjaganya agar tidak terkikis dan luntur. Itu yang dinamakan amanah. Amanah dalam segala hal termasuk dalam hal menepati janji. Maka dari itu, jangan sampai merusak “trust” yang diberikan seseorang kepada kita, entah oleh teman, sahabat, kekasih apalagi itu adalah dari orang-orang terdekat seperti ortu, keluarga dan sanak saudara.

So, jagalah “trust”, jangan nodai “trust”. Kapanpun dimanapun…

Jumat, 20 April 2012

Curhat Si Bocah

Seorang bocah perempuan curhat tentang gurunya di sekolah. Dia mengaku kalau ia sebenarnya suka dengan mata pelajaran hitung menghitung atau matematika, mata pelajaran yang biasanya mayoritas tak disukai oleh para siswa. Akan tetapi sayangnya kata bocah yang duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar itu, ia menjadi kurang menyukai pelajaran matematika karena gurunya sering tidak masuk, suka memberi tugas tapi tanpa keterangan yang jelas, tak pernah memberi kesempatan bertanya bagi para murid. 

Itulah sebabnya terkadang ia hanya asal-asalan jika mengerjakan tugas, karena sang pemberi tugas pun juga seolah memberi dengan tanpa perhatian. Ironisnya, hampir semua guru mengajar seperti itu.

Gimana jadinya, kalo sang guru yang biasa juga dijabarkan sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru oleh para muridnya, justru memberikan mengajar dengan setengah hati bahkan mungkin “tanpa” hati. Sekadar mengajar untuk memenuhi jadwal mengajar saja tanpa ada “roh” mengajar besertanya. Yang terjadi adalah justru muncul sikap antipati si murid untuk menjalani aktivitas belajar. Yang awalnya rajin bisa jadi malas, dan yang malas apalagi, tambah muwaless…

Keluguan si bocah itu yang di sini adalah anak tetanggaku, dengan keluguannya dalam bertutur menggambarkan bahwa ternyata masih banyak para pendidik yang belum 100% mendedikasikan diri dalam pengabdian untuk mencerdaskan anak bangsa dengan “roh” mengajar. Sebagian besar hanya terkesan menjalankan tugas sebagai seorang guru tanpa menempatkan diri sebagai orang tua kedua bagi anak didiknya.

Seorang pengajar atau guru seharusnya menjadi mediator bagi anak didiknya untuk mengembangkan kecerdasan serta kreativitas anak didiknya tersebut. Para pengajar tidak hanya dituntun untuk mengusai ilmu dalam bidangnya tapi juga harus kreatif dalam mengajar serta memberikan pengajaran dengan konsep hati ke hati. Sehingga membangkitkan semangat dan motivasi para murid untuk belajar, dengan hati riang gembira, bukan hati yang terpaksa.

Itulah sedikit catatan dariku bagi para pengajar dan pendidik di mana saja berada, terutama teman-teman yang memang sekarang berprofesi menjadi seorang pengajar atau yang masih bercita-cita menjadi pengajar. Tugasmu mulia, cita-citamu mulia. Tetapi akan lebih mulia lagi bila mengajar dengan hati.

Terima kasih untuk para pahlawan tanpa tanda jasa, semoga kalian semua tetap istiqamah dalam mencetak generasi yang pintar, cerdas, kreatif dan berakhlak Islami serta bermanfaat bagi sesama.

Kamis, 12 April 2012

Bermata Tapi Tak Melihat

Bermata tapi tak melihat
Bertelinga tapi tak mendengar
Bermulut tapi tak menyapa
Berhati tapi tak merasa

Berharta tapi tak sedekah
Berbenda tapi tak berzakat
Berilmu tapi tak beramal
Berjalan tapi tak terarah

Beramal tapi kurang ikhlas
Berjanji tapi suka lupa
Bergunjing hampir tiap hari
Berkata sering menyakitkan

Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian
Semoga kita menjauh dari sifat sedemikian

 
#inspired by Bimbo's Song

Kamis, 05 April 2012

Short Course at Mahesa Institut, Pare –Kediri #4 (Habis)

Others…


Tulisan yg nampang di depan kamar kosku selama aku kursus di pare,,, don’t forget lho van! Alias ojo lali Speak English not java hehe…


Sekali waktu menyegarkan badan dengan jalan-jalan pagi sekitar kampung Inggris. Who is the handsome one? Of course ME hehehe…



Ini ketika aku dan teman-teman jalan-jalan pagi di sekitar desa Pare, dan kami bermuara di masjid agung Pare-Kediri. Isuk-isuk mlaku-mlaku badan jadi seger buger….


Weleh…weleh… kemana n di mana aja tetep gak lupa buat narsis ria hehehe…

 
Awas!!! Dua orang ganteng berpose… hehehe…


Foto Masjid Agung Pare – Kediri, sayang gak bisa ke-shoot seluruhnya. Padahal kalo kelihatan seluruhnya, tambah bagus n keren lagi…


Dalam perjalanan pulang kami mampir ke warung, maklum dah pada keroncongan perutnya n sayangnya gak ada yg traktir alias BDD (bayar dewe-dewe) hehehe…

Itulah gambaran singkat pengalamanku waktu kursus di Pare alias Kampung Inggris. Dan terima kasih untuk sobat blogger telah berkenan mengikuti perjalanan ‘experience-ku’ lewat tulisan kecil ini. Semoga bisa memberi satu suntikan semangat bahwa belajar bisa di mana saja tak terbatas waktu dan tempat. Banyak momen-momen mengasyikkan yang membuatku kangen dan pengen balik ke sana lagi. Ketemu teman-teman yang seru-seru dan guru yang OK punya. Semoga suatu saat aku bisa reuni ma teman-teman di lain waktu dalam momen yang lebih indah. Amin…

~THE END~