Jumat, 09 Desember 2011

Semangat Si Penjual Tiwul

Hari ini (06/12/11) aku sempat nonton acara TV jika aku menjadi yang tayang di trans TV. Yang aku tahu acara itu tayang tiap hari. Yang menarik adalah acara tersebut menyoroti kehidupan orang-orang yang tak mampu, yang serba kekurangan, miskin dan kadang ada juga yang cacat. Dan seorang relawan cewek yang memang mendaftar ikut dalam acara itu, menjadi subjek untuk mengikuti kehidupan seseorang di daerah tertentu dalam beberapa hari. Mencoba merasakan bagaimana rasanya jika ia menjadi seperti seseorang yang hidup dalam keadaan serba kekurangan.


Dalam tayangan yang kulihat hari ini, sangat inspiratif dan menggugah. Sesosok ibu yang telah janda selama 20 tahun memiliki seorang anak lelaki dan ibunya alias nenek dari anaknya itu. Pekerjaan kesehariannya adalah membuat tiwul (semacam makanan dari olahan singkong). Yang bikin haru adalah ketika ibu itu jalan ternyata kakinya gak bisa lurus, jalannya bengkok. Subhanallah. Yang bikin miris adalah upah yang didapat dari kerjanya bikin tiwul tidak sepadan dengan kerja kerasnya, dari tayangan yang kulhat itu ternyata bikin tiwul cukup menguras tenaga. Harga tiwul per kilonya adalah 6 ribu, tapi itupun harus dibagi sama yang punya singkong. Jadi, sekali bikin tiwul 5 kg selama 5 hari dapatnya 30 ribu dibagi dua jadi 15 ribu. Pendapatan si ibu itu rata-rata hanya 3 ribu rupiah sehari. 

Masya Allah. Bisa dibayangkan betapa susahnya untuk dapat beberapa ribu saja untuk tetap bertahan hidup dan lagi membiayai sekolah anak tunggalnya. Salut untuk si ibu tersebut karena dia seolah gak pernah ngeluh dan anti minta-minta meskipun hidup dalam kekurangan baik fisik maupun materi. Dari kehidupan si ibu itu menjadi sebuah pelajaran berharga bagiku. Betapa besar karunia Allah, anugerahnya yang berupa kenikmatan materi, fisik yang sempurna dan kesehatan yang masih aku rasa hingga kini. Tapi, masih sering ku dapati diri ini mengeluh, kurang bersyukur. Dan lebih dari itu aku masih juga sering menggunakan nikmat usia dan kelapangan yang dianugerahkan-Nya kepadaku, untuk berbuat maksiat dan belum bisa kupergunakan dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat. Astaghfirullah.

Kebetulan di saat yang sama ayahku juga sempat lihat tayangan itu. Kemudian ayahku bercerita bahwa di depan sekolah tempat ayah mengajar, ada seorang nenek yang hampir tiap hari mencari (mulung) botol/gelas air mineral bekas. Ketika ayah bertanya tentang penghasilannya pun ia menjawab tidak menentu terkadang hanya memperoleh 5 hingga 10 ribu rupiah saja per hari. Karena kasihan melihat nenek itu maka terkadang ayahku memberikan santunan uang dan juga zakat. 

Ayahku kemudian mengkritisi sikap pemerintah yang seolah acuh terhadap keadaan kaum-kaum miskin yang sama sekali belum tersentuh bantuan. Mayoritas para elite hanya mengutamakan kepentingan dan kepuasan diri pribadi. Para wakil rakyat hanya sibuk mengurusi isi kantongnya sendiri tanpa menghiraukan keadaan rakyat yang diwakilinya. Acara TV seperti yang ditayangkan di salah satu stasiun TV itu seharusnya menggugah jiwa para elite untuk segera bangun dari tidur panjangnya, untuk sadar dari “mabuk” dunianya. Untuk bersegera membantu warga yang kurang mampu di berbagai pelosok nusantara. Namun sayangnya, itu tidak terjadi, tayangan TV hanya sekedar hiburan semata. Memang mungkin juga masih ada para elite yang tersentuh dengan melihat tayangan inspiratif itu, namun sekali lagi hanya menjadi sekedar tayangan belaka tanpa dibarengi tindakan nyata. Sebagai bukti angka kemiskinan masih sangat besar di negeri ini. Tapi tetap doakan saja agar suatu saat para elite yang masih melenceng dari jalurnya segera kembali ke jalan yang benar, dan bisa berkontribusi dalam membangun bangsa yang berdaya dan bermartabat.

Memang, kita tidak bisa hanya berharap pada para pemimpin negeri ini untuk membantu sesama. Yang bisa kita lakukan adalah dengan memulai dari diri untuk lebih meningkatkan semangat kepedulian sosial serta memperhatikan keadaan sesama dan saling membantu, khusunya kepada golongan yang tak mampu.

Dari tayangan TV dan cerita dari ayah tentang orang-orang yang hidup dalam garis serba kekurangan namun tetap memiliki semangat membara. Aku belajar bagaimana orang yang serba kurang saja bisa tetap semangat menjalani hidup, harusnya aku yang hidup dalam keadaan yang lebih baik tentunya lebih bisa berbuat lebih untuk kemanfaatan sesama. Semoga aku bisa melakukan yang terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar